Profil lengkap Nugroho Setiawan, pemegang lisensi FIFA
Pemerintah akhirnya memutuskan untuk membentuk Kelompok Pencari Fakta Independen Bersama (TGIPF) untuk
menyelidiki tragedi di Stadion Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur, yang menewaskan ratusan orang.
Tim pencari fakta tragedi Kanjuruhan juga diketuai langsung oleh Menko Polhukam Mahfud MD dan diwakili Menpora Zainuddin Amali.
Kemudian, usai pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya pada Sabtu (10 Januari 2022), tim pencari fakta tragedi Kanjuruhan itu beranggotakan sembilan orang.
Salah satunya adalah mantan pengurus PSSI Nugrono Setiawan.
Nah, siapa sih Nugroho Setiawan ini?
Berikut profil Nugroho Setiawan yang dirangkum Tribunnews dari berbagai sumber.
Profil Nugroho Setiawan
Menurut Tribun Video, Nugroho Setiawan adalah satu-satunya orang di Indonesia yang memiliki lisensi Petugas Keamanan FIFA.
Nugroho Setiawan juga dikenal sebagai sosok yang paham akan keselamatan pertandingan sepak bola.
Sebelumnya, Nugroho menjabat sebagai Direktur Infrastruktur, Keselamatan dan Keamanan PSSI
Menurut artikel yang diunggah di situs resmi pssi.org, Nugroho memulai karirnya di bidang keamanan
pertandingan sepak bola pada tahun 2008 saat dipercaya menjadi Satpam Pelita Jaya.
Saat itu, Pelitajaya menjadi satu-satunya klub sepak bola di Liga Super Indonesia yang memiliki petugas keamanan resmi.
Setelah setahun di Pelita Jaya, Nugroho bergabung dengan manajer turnamen liga sebagai konsultan.
Nugroho dipercaya untuk mengikuti kompetisi etika dan taruhan tinggi.
Selain berkarir di bidang keamanan sepakbola, Nugroho merupakan konsultan ahli manajemen keamanan untuk
PLN, Sucofindo dan penyedia jasa keamanan lainnya.
Tidak hanya itu, Nugroho adalah guru bersertifikat manajer keselamatan.
Karir Nugroho di PSSI telah berakhir dan kini ia ditunjuk sebagai petugas kesehatan oleh FIFA.
Nugroho juga sekarang menjabat sebagai AFC Safety Officer dan ditugaskan untuk kompetisi AFC.
Tanggapan Nugroho atas Tragedi Kanjuruhan
Menurut Kompas.com, Nugroho mengaku menyayangkan kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang usai
pertandingan Arema FC melawan Persebaya di Surabaya.
Sebab, menurut Nugroho, kerusuhan sebenarnya bisa dihitung, diprediksi, dan dimitigasi.
“Saya sangat menyayangkan hal ini terjadi, karena sebenarnya semua ini bisa dihitung dan diprediksi, kemudian dimitigasi.
Salah satu mekanisme yang sering digunakan dalam manajemen adalah manajemen risiko untuk menyusun rencana mitigasi,” kata Nugroho, pada hari Minggu. Satu (3 Maret 2020). Oktober 2022).
Nugroho menilai tiga poin harus diantisipasi saat mengatur pertandingan.
Dalam foto 1 Oktober 2022 ini, sekelompok orang menggendong seorang pria usai pertandingan sepak bola antara Arema FC dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, provinsi Jawa Timur.
Sedikitnya 127 orang tewas di sebuah stadion sepak bola di Indonesia pada akhir 1 Oktober, memicu penyerbuan, kata para pejabat.
Dalam foto 1 Oktober 2022 ini, sekelompok orang menggendong seorang pria usai pertandingan sepak bola antara Arema FC dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, provinsi Jawa Timur.
Sedikitnya 127 orang tewas di sebuah stadion sepak bola di Indonesia pada akhir 1 Oktober, memicu penyerbuan, kata para pejabat.
Yaitu, pandangan bersama tentang keamanan, status infrastruktur, dan perilaku pendukung di seluruh pemangku kepentingan.
“Poin pertama adalah pandangan bersama tentang keamanan oleh semua pemangku kepentingan. Poin kedua adalah keadaan infrastruktur yang harus dinilai.
Poin ketiga adalah perilaku pendukung itu sendiri yang harus kita rancang,” jelas Nugroho.
Kemudian setelah sinkronisasi tiga titik, penilaian risiko akan dilakukan, menghasilkan rencana keselamatan yang disepakati bersama, atau perilaku dan prosedur yang disepakati.
“Tiga aspek ini harus berjalan beriringan, dan ketika kami melakukan penilaian risiko, kami menghasilkan rencana keselamatan yang disepakati bersama, perilaku dan prosedur yang disepakati bersama.”
“Yah, sinkronisasi seperti itu mungkin tidak akan terjadi. Mungkin ketika penilaian risiko dilakukan, kesimpulannya menjadi keputusan yang tidak populer,
seperti pertandingan dimainkan pada sore hari, dengan pembatasan penonton, dll. Itu pasti tidak populer, bukan. Sejalan dengan Pendapatan,” ujarnya.
Selain itu, kata Nugroho, selama ini Indonesia belum bisa mencapai kata sepakat dalam sepak bola.
Menurut Nugroho, perbaikan untuk mencapai kesamaan persepsi ini masih sering dilupakan.
“Sampai hari ini ada konsensus. Itu pekerjaan rumah kita bersama. Lalu ada perilaku suporter.
Kita harus mengakui bahwa di FIFA sekarang ada keselamatan, keamanan, dan pelayanan karena sepakbola dipandang sebagai industri.
“Kata pendukung juga dihilangkan. Ada penggemar, ada penggemar, atau altruis dalam kasus ekstrim dan sebagainya.”
“Sebenarnya masalahnya itu-itu saja, bekerja ke arah itu (perbaikan) sering dilupakan karena terlalu sibuk
menjalankan turnamen dan kompetisi, mengejar peringkat, mengejar pendapatan, mungkin ya,” pungkasnya.